Minggu, 14 September 2014

SALIB SUCI YESUS KRISTUS

          Adalah seorang ibu, Helena namanya, hidup antara tahun 250-330 Masehi, memiliki seorang putera bernama  Constantinus, yang akhirnya  menjadi Kaisar Romawi pada tahun 312 M. 
Waktu pemerintahan puteranya itu, Helena yang dulunya sorang kafir, menjadi pengikut Kristus yang sangat saleh yang kemudian digelar kudus (santa)  oleh Gerrja Katolik. Ia dibabtis pada usia 63 tahun dan semenjak saat itu ia memiliki semangat Kristiani yang berapi-api sehingga menggerakkan dia  untuk membantu orang-orang  miskin, memberikan mereka pakaian, tumpangan, makanan, membebaskan yang terpenjara, melawan perbudakan dan penindasan.Singkat kata, perempuan mengagumkan ini biasa dilihat, dengan busana sederhana dan bersahaja, berbaur di antara khalayak ramai yang bersembah bakti dan memberikan kesaksian akan devosinya kepada Tuhan  dengan rangkaian rutin perbuatan-perbuatan salehnya.

          Berkat doa-doanya yang terus menerus, akhirnya puteranya, Kaisar Constantinus, menjadi seorang Kristen dan merupakan Kaisar Romawi pertama yang menjadi kristen dan sekaligus mensahkan agama Kristen boleh dianut oleh Kekaisaran Romawi.

          Untuk menyatakan syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan atas segala rahmat dan berkat-Nya dan dengan wewenang puteranya, Kaisar Constantinus, Helena pergi berziarah ke tanah suci, Yerusalem, Palestina dan menapaki jejak-jejak perjalanan salib Yesus sampai di bukit Kalvari. Pada waktu itu Kaisar Constantinus menyurati St.Macarius, Uskup Yerusalem, untuk mencari Salib Yesus. 

          Akhirnya St.Helena-lah yang menemukan tiga buah salib di dalam sebuah waduk batu di bagian timur bukit Kalvari serta "titulus"nya (prasasti kayu di mana tertulis Iesus Nazaremus Rex Iudaeorum - INRI). Timbul pertanyaan : Yang manakah Salib Yesus dari ketiga salib itu? Untuk membuktikan mana salib Yesus itu, dibawalah ke situ seorang wanita yang sedang menghadapi ajal karena sesuatu penyakit yang mematikan. Ia menyentuh ketiga salib itu satu demi satu. Pada waktu ia menyentuh salib ketiga, tiba-tiba ia merasa sembuh dari sakitnya itu, dan itulah Salib Yesus.

          Pada waktu itu St.Helena langsung sujud menyembah salib itu, tapi bukan pada kayunya, melainkan pada Raja yaitu Dia yang tergantung pada kayu salib, seperti kata St.Ambrosius.

          Kemudian St.Helena meminta kepada Kaisar Constantinus untuk mendirikan gereja di tempat itu untuk menyimpan ketiga salib itu beserta titulusnya, persis di lokasi waduk itu dan diberi nama Kapel Penemuan Salib Suci. Juga dibangun gereja di 
tempat makam Yesus yakni Gereja Makam Suci.

          Akhirnya di kemudian hari, salib Yesus itu dipotong-potong dan potongan-potongannya dikirim ke Roma dan beberapa Gereja Suci lainnya di banyak tempat dan dijadikan sebagai relikwi Salib Yesus. St.Helena wafat pada tahun 330 Masehi dalam usia 80 tahun.

          Pesta Salib Suci dirayakan oleh Gereja Katolik di seluruh dunia pada setiap tanggal 14 September. Marilah kita mengenangkan kata-kata St.Fransiscus dari Assisi : "Kami menyembah Engkau, ya Kristus, dan memuji-Mu, sebab dengan salib suci-Mu Engkau telah menebus dunia".

Kamis, 11 September 2014

KAYA DI HADAPAN ALLAH

Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata :"Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah". (Lukas 6:20).

          Seringkali orang membangun  hidup dan harga dirinya di atas harta, uang, pangkat dan kemewahan. Kekayaan sering membuat orang lupa daratan, dan kemiskinan biasanya membuat orang terpenjara di dalam kesedihan serta keluhan.

          Sabda bahagia dalam Injil Lukas 6:20 ingin mengajak setiap orang untuk mempunyai kebebasan batin, meskipun terbelit persoalan kemiskinan atau terjerat ikatan kekayaan. Seperti yang dikatakan oleh St. Ignatius Loyola, bahwa kekayaan hanyalah sarana bagi manusia untuk mencapai tujuan hidupnya.

          Tujuan hidup manusia adalah menjadi kaya di hadapan Allah dengan senantiasa memuji, menghormati dan mengabdi-Nya. Dengan demikian akan menyelamatkan hidupnya. Karena hanya sebagai sarana, maka kekayan sifatnya relatif. Artinya : lebih baik kita hidup dengan sedikit harta, tapi hidup kita bisa dipersembahkan untuk memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan, daripada hidup bergelimang harta, tetapi tidak pernah merasa dekat dan dicintai oleh Tuhan.

Marilah kita  meletakkan kebahagiaan kita bukan pada harta dunia (having) atau prestasi hidup (doing) kita, tetapi pada keberadaan (being) kita  karena siapapun dan bagaimanapun keadaan kita, kita tetap dicintai Tuhan. 

Kesadaran inilah yang akan membebaskan kita dari keterikatan terhadap harta. Sekali lagi, harta itu hanyalah sarana untuk mencapai tujuan hidup kita, yaitu menjadi kaya di hadapan    Allah.
(Oleh:RD Yohanes Dedy Setiawan, Renungan Pria Katolik, Rabu 10 September 2014).

Minggu, 07 September 2014

APAKAH SALAH SELIBAT ATAU PERKAWINAN?

          Selibat tidak ada kaitannya dengan pedofilia atau skandal sex lain yang melibatkan para imam. Kebanyakan pedofil adalah orang-orang yang sudah menikah. Kita bisa menyaksikan pedofilia terjadi di lembaga-lembaga besar manapun, bukan hanya dalam Gereja Katolik. Ingatlah bahwa beberapa tahun yang lalu di Amerika, kita menyaksikan lewat televisi satu per satu penginjil terlibat dalam skandal sex, beberapa bahkan memiliki kelainan sex. Semua penginjil televisi ini adalah orang-orang yang menikah. Demikian pula yang terjadi di lembaga-lembaga pendidikan, perlakuan guru terhadap muridnya, rata-rata para guru itu sudah terikat perkawinan. Tidak seorangpun menyalahkan skandal ini pada lembaga perkawinan! Tidak seorangpun menuntut agar mereka meninggalkan perkawinan.

Orang tidak terlibat dalam skandal sex karena mereka menikah atau selibat. Mereka melakukan dosa ini karena sebagai manusia mereka gagal memenuhi kehendak Allah. Kita jangan menghakimi perkawinan atas dasar orang-orang yang melanggar janji perkawinan. Demikian juga seharusnya kita jangan menghakimi status selibat atas dasar mereka yang melanggar janji selibat. Perkawinan dan selibat harus dihakimi atas dasar mereka yang setia pada janji mereka.

          Harus diingat bahwa sekitar setengah dari perkawinan berakhir dengan perceraian. Apakah ini berarti bahwa kita harus menghapuskan perkawinan? Tentu saja tidak. Ini berarti bahwa kita harus bekerja keras memperkuat pasangan-pasangan yang menikah dalam menghayati panggilan mereka. Sama halnya, Gereja tidak akan menghapuskan status selibat karena sedikit imam yang melanggar janji mereka.

          Kita tahu bahwa perkawinan itu baik karena dilembagakan sendiri oleh Tuhan dan dijadikan sakramen oleh Kristus. Kita tahu bahwa status selibat juga baik karena dipuji oleh Yesus (Mat.19:10-12), dan mendapat rekomendasi yang kuat dari Paulus bagi mereka yang ingin membaktikan diri seutuhnya pada pelayanan (1Kor7:32-35).  Kita semua tahu bahwa jutaan orang Kristen telah menjalani hidup kekudusan, baik dengan cara selibat maupun menikah.

(Smbr.: Pembelaan Iman Katolik 4, Frank Chacon dan Jim Burnham, Oct. 2013).

Sabtu, 06 September 2014

S A L I B

          Memanggul salib merupakan ukuran kelayakan seorang pengikut Kristus, karena Kristus sendiri bersabda : "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku". (Mat.10:38).

Jadi bagi orang Kristen, salib sungguh tak terelakkan. Salib adalah beban yang harus kita pikul. Namun kita akan mampu memikul beban berat itu kalau kita saling menolong. "Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu, maka kamu memenuhi hukum Kristus!" (Gal.6:2).

Kamis, 04 September 2014

PENGHALANG PERSATUAN


Paus Fransiscus katakan : "Iri, dengki dan berperilaku buruk adalah manusiawi, tetapi sifat-sifat itu bukan kristen, karena sifat itu bisa menimbulkan perpecahan di kalangan umat. Sebaliknya Tuhan ingin kita bertumbuh dalam kemampuan untuk hidup berdampingan, saling memaafkan dan saling mencintai sesuai dengan kehendak-Nya.

Doa Aku Percaya menjelaskan Gereja Katolik adalah 'satu dan kudus', namun anggotanya melakukan dosa setiap hari akibat kerapuhan  dan kesalahan mereka sendiri. Itu sebabnya iman kita mendorong kita menuju pembaharuan, memiliki keberanian untuk hidup dalam kesatuan dan kesucian setiap hari. Jika kita tidak bersatu, kita tidak suci, itu berarti kita tidak setia kepada Yesus yang adalah sumber dari segala kesatuan dan kesucian.
                                                                                                                                             
                                                   Perpecahan tidak hanya menimbulkan keretakan besar di kalangan orang kristen, tetapi perpecahan juga serIng terjadi pada tingkat lokal, seperti di paroki, sekolah, komunitas dan organisasi Katolik lainnya. Kadang-kadang pada kenyataannya, paroki kita yang dipanggil untuk menjadi tempat berbagi dan persekutuan, namun sayangnya ditandai dengan iri, dengki dan dendam. Ini adalah manusiawi, tapi bukan sifat kristen. Konflik muncul ketika orang-orang menilai orang lain; melihat hanya pada cacat orang lain bukan hadiah kepada mereka; memberikan bobot  yang lebih pada perbedaan daripada kesamaan; suka menonjolkan diri mereka dan mengikuti ambisi dan sudut pandang mereka sendiri. Namun meskipun para pengikut-Nya salah, Yeaus tidak pernah meninggalkan kita sendirian, Ia tidak meninggalkan Gereja-Nya. Dia berjalan bersama kita, memahami kelemahan kita, dosa-dosa kita dan mengampuni kita".
Kata Paus Fransiscus dalam audiensi umum pada 27 Agustus 2014.
http:/indonesia.ucanews.com/2014/08/29

SECARIK TIKET KERETA

Dalam suatu kereta Ekonomi yang non AC, seorang Eksekutif muda, dengan jas elegan naik di sana. Sesak2an dengan  penumpang lain. Sesaat kemu...