Daniel sedang duduk di kursi roda. Ia mengidap penyakit
yang mematikan dan tinggal menunggu waktu. Dia lebih banyak diam dan meratapi nasibnya.
Suatu hari dilihatnya beberapa anak kecil yang berlarian. Anak-anak itu tertawa riang dan tak terlihat raut kesedihan di wajah mereka. Seorang anak menendang bola dan masuk ke dalam kamar Daniel. Anak itu berlari menemui Daniel untuk meminta bolanya.
“Hai, permisi aku ingin mengambil bolaku,” kata anak itu.
“Aku Daniel, aku tak bisa cepat mengambilkan bolamu karena aku ada di atas kursi roda.”
“Maaf....panggil aku Juan. Kau sakit Daniel ?”
“Ya, dokter bilang umurku tidak lama lagi", jawab Daniel.
“Kau sedih karena kau akan mati ?", tanya Juan.
“Tentu saja", jawab Daniel.
“Nikmatilah hidupmu seperti aku menikmati hidupku. Kau
tidak bertanya mengapa kepalaku botak, Daniel ?” lanjut Juan menyemangati.
“Oh, aku baru saja menyadarinya. Ada apa dengan kepalamu, Juan ?” tanya Daniel.
“Aku mengidap kanker otak. Aku akan mati, dokter bilang itu setahun yang lalu. Tapi nyatanya aku masih bisa tertawa hingga saat ini. Pasrah saja kepada Tuhan, Daniel. Karena hidup dan mati hanya di tangan-Nya. Bersyukurlah bila kita masih bisa bernapas pada hari ini dan bergembiralah bersama kami", jawab Juan sambil menasihati.
Ada aliran hangat di tubuh Daniel. Ada kekuatan baru untuk bangkit dari kursi roda. Dia menatap senyumnya sendiri di depan cermin dan mendapati dirinya yang dulu telah kembali lagi. Kini Daniel lebih bisa bersyukur karena masih bisa melihat matahari setiap pagi.
“Aku juga ingin bahagia,” doa singkat Daniel.
===================
Selalu ada jawaban di setiap persoalan. Selalu ada matahari di balik awan hitam. Selalu ada tangan yang kuat ketika beban yang kita pikul terasa berat. Dan selalu ada kebahagiaan ketika kita mampu untuk bersyukur.
Penderitaan yang sesungguhnya adalah ketika kita kehilangan kepercayaan diri dan harapan. Ketika Allah tak ada dalam tujuan hidup kita.
Sebagaimana Lu Xun, penulis Cina, menyatakan, “Harapan adalah seperti jalan di daerah pedalaman, pada awalnya tidak ada jalan setapak semacam itu, namun sesudah banyak orang berjalan di atasnya, jalan itu tercipta". Demikian pula harapan yang harus kita miliki.
Dan sejelek apapun jalan yang kita lalui, yakinlah Tuhan sudah menyiapkan sepasang sepatu untuk kita. Tinggal tergantung kita, mau memakainya atau tidak.
"Selalu ada matahari di balik awan hitam".
"In lumine Tuo videmus lumen", di dalam terang-Nya, kami melihat cahaya.
Terima kasih.
Tikala Baru, 22 Maret 2019.
yang mematikan dan tinggal menunggu waktu. Dia lebih banyak diam dan meratapi nasibnya.
Suatu hari dilihatnya beberapa anak kecil yang berlarian. Anak-anak itu tertawa riang dan tak terlihat raut kesedihan di wajah mereka. Seorang anak menendang bola dan masuk ke dalam kamar Daniel. Anak itu berlari menemui Daniel untuk meminta bolanya.
“Hai, permisi aku ingin mengambil bolaku,” kata anak itu.
“Aku Daniel, aku tak bisa cepat mengambilkan bolamu karena aku ada di atas kursi roda.”
“Maaf....panggil aku Juan. Kau sakit Daniel ?”
“Ya, dokter bilang umurku tidak lama lagi", jawab Daniel.
“Kau sedih karena kau akan mati ?", tanya Juan.
“Tentu saja", jawab Daniel.
“Nikmatilah hidupmu seperti aku menikmati hidupku. Kau
tidak bertanya mengapa kepalaku botak, Daniel ?” lanjut Juan menyemangati.
“Oh, aku baru saja menyadarinya. Ada apa dengan kepalamu, Juan ?” tanya Daniel.
“Aku mengidap kanker otak. Aku akan mati, dokter bilang itu setahun yang lalu. Tapi nyatanya aku masih bisa tertawa hingga saat ini. Pasrah saja kepada Tuhan, Daniel. Karena hidup dan mati hanya di tangan-Nya. Bersyukurlah bila kita masih bisa bernapas pada hari ini dan bergembiralah bersama kami", jawab Juan sambil menasihati.
Ada aliran hangat di tubuh Daniel. Ada kekuatan baru untuk bangkit dari kursi roda. Dia menatap senyumnya sendiri di depan cermin dan mendapati dirinya yang dulu telah kembali lagi. Kini Daniel lebih bisa bersyukur karena masih bisa melihat matahari setiap pagi.
“Aku juga ingin bahagia,” doa singkat Daniel.
===================
Selalu ada jawaban di setiap persoalan. Selalu ada matahari di balik awan hitam. Selalu ada tangan yang kuat ketika beban yang kita pikul terasa berat. Dan selalu ada kebahagiaan ketika kita mampu untuk bersyukur.
Penderitaan yang sesungguhnya adalah ketika kita kehilangan kepercayaan diri dan harapan. Ketika Allah tak ada dalam tujuan hidup kita.
Sebagaimana Lu Xun, penulis Cina, menyatakan, “Harapan adalah seperti jalan di daerah pedalaman, pada awalnya tidak ada jalan setapak semacam itu, namun sesudah banyak orang berjalan di atasnya, jalan itu tercipta". Demikian pula harapan yang harus kita miliki.
Dan sejelek apapun jalan yang kita lalui, yakinlah Tuhan sudah menyiapkan sepasang sepatu untuk kita. Tinggal tergantung kita, mau memakainya atau tidak.
"Selalu ada matahari di balik awan hitam".
"In lumine Tuo videmus lumen", di dalam terang-Nya, kami melihat cahaya.
Terima kasih.
Tikala Baru, 22 Maret 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar