Aku mendambakan Romo yang penuh kasih, bukan plilih kasih.
Aku mendambakan Romo yang bajunya kadang kekecilan, kadang kegedean
itu berarti pemberian umat sebagai tanda cinta, tanda hormat.
Aku mendambakan Romo yang galak tapi sumanak,
kaku pada dogma, tapi lucu kala canda,
yang lebih sering memegang rosario dibanding BB.
Aku mendambakan Romo yang lebih banyak mendengar dibandingkan berujar.
Aku mendambakan Romo yang menampung air mataku tanpa ikut menangis,
yang mengubah putus asa menjadi harapan yang mengajarkan ritual sekaligus spiritual.
Duuuuhhh, damba dan inginku banyak, banyak sekali tapi aku percaya tetap terpenuhi
karena Romoku mau dan mampu selalu memberi.
Inilah damba dan doaku, Romoku.
Eeehh, masih ada satu lagi, sekali mengenakan jubah, jangan berubah,
jangan pernah mengubah,
walau godaan mewabah bahkan sampai ada laut terbelah, kenakan terus jubahmu,
itulah khotbah yang hidup agar aku bisa menjamah seperti perempuan Samaria pada
Yesus, Allah, Tuhanku.
Aku mendambakan Romo yang menatapku kalem bersuara adem.-
(oleh : Arswendo Atmowiloto).