Senin, 07 Mei 2018

KISAH ANAK DAN AYAHNYA

Hal begini biasa terjadi didalam rumah tangga jaman Now.

Putranya tidak suka tinggal di rumah karena ayahnya selalu ngomel.

"Nak .....kamu meninggalkan ruangan tanpa mematikan kipas angin ..."

"Matikan TV.......jangan biarkan menyala di ruangan di mana
tidak ada siapa-siapa menontonnya".

"Simpan pena di tempatnya.....jangan itu jatuh ke bawah meja".

Putranya tidak suka ayahnya mengomelinya untuk hal-hal kecil begini.

Tapi dia harus mentoleransi hal-hal ini sejak kecil,  ketika dia bersama keluarga nya di rumah yang sama.

Tibalah hari ini, di mana dia mendapat undangan untuk wawancara kerja.

Dia membatin dalam hatinya :

"Begitu saya mendapatkan pekerjaan itu, saya akan meninggalkan kota ini. Tidak akan ada lagi  omelan dari ayah saya".

Begitulah pikirannya.

Ketika dia hendak pergi untuk wawancara, sang ayah menyarankan :

"Nak, jawablah pertanyaan yang diajukan kepadamu tanpa ragu-ragu. Bahkan jika engkau tidak tahu jawabannya, sebutkan itu dengan percaya diri".

Ayahnya memberi uang yang lebih banyak daripada yang sebenarnya dibutuhkan untuk menghadiri wawancara.

Putranya tiba di pusat wawancara.

Dia memperhatikan bahwa tidak ada penjaga keamanan di
gerbang, meskipun pintunya terbuka. Gerendelnya menonjol keluar.  Hal itu bisa membuat orang masuk melalui pintu menjadi tertabrak. Dia meletakkan gerendel kembali dengan benar, menutup pintu dan memasuki kantor.

Di kedua sisi jalan dia bisa melihat tanaman bunga yang indah.  Air mengalir di pipa selang dan tidak terlihat oleh seseorang di mana pun. Airnya meluap di jalan setapak. Dia menutup mata kran dan mengangkat selang dan meletakkannya di dekat salah satu tanaman dan melangkah lebih jauh.

Tidak ada seorang pun di area resepsionis, namun  ada pemberitahuan yang mengatakan bahwa wawancara berada di lantai pertama. Dia perlahan menaiki tangga.

Lampu yang dinyalakan tadi malam masih menyala pukul 10 pagi ini. Dia ingat peringatan ayahnya, "Mengapa kamu meninggalkan ruangan tanpa mematikan lampu ...?"  Dan dia masih bisa mendengarnya sekarang. Dia merasa sedikit jengkel oleh pikiran itu, namun dia mencari saklar dan mematikan lampu itu.

Di lantai atas di Aula besar dia bisa melihat banyak calon duduk menunggu giliran. Melihat banyaknya pelamar, hatinya bertanya-tanya : apakah dia punya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan itu ...!?

Dia pun memasuki Aula dengan sedikit gentar dan menginjak keset kaki yang bertuliskan "Selamat Datang" yang ditempatkan di depan pintu.

Diperhatikannya bahwa keset kaki itu terbalik, spontan saja dia meluruskannya walaupun dengan sedikit kesal.

Dia melihat bahwa dalam beberapa baris di depan ada
banyak orang yang menunggu giliran, sedangkan barisan belakang kosong.

Dia mendengar kipas angin sedang terpasang, dia mematikan kipas yang tidak diperlukan itu dan duduk di salah satu kursi yang kosong.


Dia melihat banyak pria memasuki ruang wawancara dan segera pergi melalui pintu lain. Jadi tidak mungkin ada yang bisa menebak apa yang ditanyakan dalam wawancara itu.

Ketika tiba gilirannya, dia pergi dan berdiri di hadapan Pewawancara dengan sedikit gemetar dan pesimis.

Sesampainya didepan meja, Pewawancara langsung mengambil Sertifikat dan tanpa bertanya apa-apa mereka langsung berkata :

"Kapan Anda bisa mulai bekerja ...?"

Dia terkejut dan berpikir :

"Apakah ini pertanyaan jebakan atau sebuah sinyal bahwa saya telah diterima untuk pekerjaan itu ...!?"

Dia bingung.................

"Apa yang kamu pikirkan ...?"

Tanya sang Bos,  kemudian melanjutkan kata-katanya, "Kami tidak mengajukan pertanyaan kepada siapa pun di sini karena dengan mengajukan hanya beberapa pertanyaan kami tidak akan dapat menilai siapa pun.

Tes kami adalah untuk menilai sikap orang tersebut.

Kami melakukan tes tertentu berdasarkan attitude para kandidat.

Kami mengamati setiap orang melalui CCTV, untuk mengamati apa saja yang dilakukannya. Ketika melihat gerendel di pintu, pipa selang yang mengalirkan air, keset selamat datang, kipas angin dan lampu yang menyala walau tidak berguna, anda adalah satu-satunya yang melakukan itu. Itu sebabnya kami memutuskan untuk memilih Anda !"

Hatinya terharu, dia ingat ayahnya. Dia yang selalu merasa jengkel terhadap disiplin dan omelan ayahnya, sekarang menyadari bahwa omelan dan disiplin yang ditanamkan ayahnya telah membuat dia diterima pada pekerjaan yang diinginkannya.

Kekesalan dan kemarahan pada ayahnya seketika sirna.

"Ayah..... maafkan anak mu",  demikian bisiknya.

Dia memutuskan akan meminta maaf kepada ayahnya.

Dia akan membawa ayahnya melihat tempat kerja nya.

Dia pulang ke rumah dengan bahagia.
==================

Apapun yang ayah katakan kepada kita, semuanya hanyalah
untuk kebaikan kita, sekarang dan nanti.

Semua bertujuan untuk memberi kepada kita masa depan yang cerah ...!

Batu karang tidak akan menjadi patung yang indah dan berharga, jika tak mampu menahan rasa sakit dari pahat yang memotongnya.

Agar kita menjadi pribadi  yang indah, kita perlu menerima dan mematuhi peringatan. Memahat kebiasaan baik dari perilaku buruk yang muncul dari diri kita sendiri.

Ibu mengangkat anak di pinggangnya untuk memeluk, memberi makan, dan untuk membuatnya tidur.

Tetapi ayah mengangkat anak itu ke pundaknya untuk membuatnya melihat dunia yang tidak bisa dilihat anaknya.

Ayah dan ibu adalah pahlawan dan guru kehidupan. Petunjuk dan kasih sayang nya mendampingi kita sepanjang kehidupan.

Perlakukanlah mereka dengan baik.

Hal ini akan menjadi  contoh dan bimbingan dari generasi ke generasi berikutnya, sebagai estafet kehidupan.

"Verba docent exempla trahunt",
kata-kata mengajarkan, teladan membuktikan !

Sekian.

Tikala Baru, 7 Mei 2018.

SUARA YANG PALING INDAH

Seorang tua yang tidak berpendidikan tengah mengunjungi sebuah kota besar untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dibesarkan di sebuah dusun di pegunungan yang terpencil, bekerja keras membesarkan anak-anaknya, dan kini sedang menikmati kunjungan perdananya ke rumah anak-anaknya yang modern.

Suatu hari, tengah duduk-duduk di serambi rumah, orang tua
itu mendengar suara yang menyakitkan telinga. Belum pernah dia mendengar suara yang begitu tidak enak didengar semacam itu di dusunnya yang sunyi. Dia bersikeras mencari sumber bunyi tersebut. Dia mengikuti sumber suara sumbang itu, dan dia tiba di sebuah ruangan belakang rumah dari tetangga mereka, di mana seorang anak kecil sedang belajar bermain biola.

“Ngiiik! Ngoook!” berasal dari nada sumbang biola tersebut.

Saat dia mengetahui dari putranya bahwa itulah yang dinamakan biola, dia memutuskan untuk tidak akan pernah mau lagi mendengar suara mengerikan tersebut.

Hari berikutnya, orang tua ini mendengar suara yang seolah membelai-belai telinga tuanya. Belum pernah dia mendengar melodi yang seindah itu di lembah gunungnya, dia pun mencoba mencari sumber suara tersebut. Ketika sampai ke sumbernya, dia tiba di ruangan depan sebuah rumah, di mana seorang lelaki setengah tua, seorang maestro, sedang memainkan sonata dengan biolanya.

Seketika, orang tua ini menyadari kekeliruannya. Suara tidak
mengenakkan yang didengarnya kemarin bukanlah kesalahan dari biola, bukan pula salah anak itu. Itu hanyalah proses belajar dari seorang anak yang belum bisa memainkan biolanya dengan baik.

Dengan kebijaksanaan polosnya, orang tua itu berpikir bahwa mungkin demikian pula halnya dengan agama. Sewaktu kita bertemu dengan seseorang yang menggebu-gebu terhadap kepercayaannya, tidak lah benar untuk menyalahkan agamanya. Itu hanyalah proses belajar seorang pemula yang belum bisa memerankan agamanya dengan baik. Sewaktu kita bertemu dengan seorang bijak, seorang maestro agamanya, itu merupakan pertemuan indah yang menginspirasi kita selama bertahun-tahun, apa pun kepercayaan mereka.

Pada hari ketiga, di suatu tempat di bagian kota lain, si orang tua mendengar suara lain yang bahkan melebihi kemerduan dan kejernihan suara sang maestro biola. Melebihi indahnya suara aliran air pegunungan pada musim semi, melebihi indahnya suara angin musim gugur di sebuah hutan, melebihi merdunya suara burung-burung pegunungan yang berkicau setelah hujan lebat. Bahkan melebihi keindahan hening pegunungan sunyi pada suatu malam musim salju.

Itu adalah suara sebuah orkestra besar yang memainkan sebuah simfoni. Bagi si orang tua, alasan mengapa itulah suara terindah di dunia adalah, setiap anggota orkestra merupakan maestro alat musiknya masing-masing dan mereka telah belajar lebih jauh lagi untuk bisa bermain bersama-sama dalam harmoni.

“Mungkin ini sama dengan agama,” pikir si orang tua. “Marilah kita semua mempelajari hakikat kelembutan agama kita melalui pelajaran-pelajaran kehidupan. Marilah kita semua menjadi maestro cinta kasih di dalam agama masing-masing. Lalu, setelah mempelajari agama kita dengan baik, lebih jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain, seperti halnya para anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan penganut agama lain dalam sebuah harmoni!”

Sadar dan bangunkan kesadaran kita akan hal ini. Inilah praktik menjadi Manusia Seutuhnya.
Sekian.

Tikala Baru, 7 Mei 2018.

SECARIK TIKET KERETA

Dalam suatu kereta Ekonomi yang non AC, seorang Eksekutif muda, dengan jas elegan naik di sana. Sesak2an dengan  penumpang lain. Sesaat kemu...